Minggu, 23 Oktober 2011

Kaki Gunung

Asyik sepertinya jika jadi ibuku. Kala beliau bercerita, sering kubayangkan masa kecil beliau.. Tinggal di kaki gunung, dengan alam dan lingkungan yang asri, hawa dingin yg menusuk, sungguh sebuah sensasi bagiku. Belum lagi tentang orang-orang di kampung beliau yg rata-rata masih terikat hubungan saudara. Keadaan yang sudah pasti sangat langka, apalagi di kota besar seperti tempat tinggalku.

Tiga hal yg sebenarnya kudambakan dari pengalaman beliau. Pertama mengenai kesempatan bermain di alam bebas. Desa, kaki gunung seperti itu, pasti melimpah ruah alam asrinya. Bermain di sana pasti lumrah. Sementara masakecilku, hah, sawah saja jarang dapatnya. Hahaha.

Kedua tentang pendidikan. Tentu soal fasilitas era ku menang. Tapi bukan itu saja yang kucari. Akhir-akhir ini aku mendambakan kemandirian, salah satunya dalam bentuk menjadi anak kos. Dan sepertinya 4 tahun kedepan pun aku belum bisa merasakan itu. Tapi okelah, akan kucari kesempatan yang lebih baik kelak. Beliau berbeda, sma saja sudah nglaju padahal masih tahun 79. Kuliah? jangan ditanya. Jogja sudah menyambut beliau di umur yang masih hijau. Tak mudah, pasti ibu sering tertempa masalah. Tapi justru itulah pisau yang tajam terasah. Aku? Entah seperti apa.

Ketiga, yang paling kurindukan, lagi2 sebuah tali. Tali persaudaraan. Kuamati, tali persaudaraan ibuku sangat erat. Bahkan pada titik terjauh pun masih melekat erat. Menurutku ini karena sekampung sedarah, atau mungkin ada alasan lain. Yang jelas aku rindu. Memang banyak saudara kutemui, tapi disana lidahku kelu. Seakan bertemu orang asing. Maka aku selalu ingin melihat keakraban antara ibuku dgn saudara jauhnya pada diriku dgn saudara jauhku. Entah kapan itu terwujud.

010911 22.45
ngempon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar