Jumat, 23 Desember 2011

Purnama

Mengapa bulan jauh lebih besar pada saat muncul dan terbenam, dibanding ukurannya ketika sedang di puncak langit?

Praktis hampir semua orang pernah menyaksikan keganjilan ini entah kapan. Ketika bulan sedang rendah, dekat cakrawala, ia tampak besar dibanding penampilannya beberapa jam kemudian ketika posisinya berada di atas kepala. Efek ini terlihat lebih jelas lagi saat bulan sedang purnama, begitulah setidaknya kata mbah wolke.

Pasti sudah sering kan melihat situasi ini? Orang sudah penasaran sejak jaman tidak enak dulu. Beberapa mengajukan teori, yang kata Mbah Wolke tidak masuk akal. Katanya, "Jika ini semata-mata masalah fisika, tentu orang sudah akan mengetahui penjelasannya secara pasti sekarang." Nyatanya? simpang siur. Simbah melanjutkan argumennya, "ini hanya masalah persepsi manusia." Kawan, jika kita membicarakan yang sudah terbukti, itu tentu tentang bulan yang tidak pernah berubah ukuran. Ia takkan membesar, mengecil lalu membesar lagi seenaknya. Ia adalah satelit yang mengorbit bumi, dan tidak berubah ukuran bahkan ketika berada di cakrawala sekalipun.

Maka ayo kita bahas tentang teori-teori yang ada. Tapi sebelumnya mari mengamati. Tunggu bulan purnama datang (sebenernya nggak harus purnama sih, tapi bakal lebih asik nek pas fullmoon). Nah, amati bulan saat ada di cakrawala. Kalau perlu cari tempat tinggi dimana horizon bisa terlihat. Lalu keluarkan penggaris, julurkan sepanjang lengan terulur, pegang tegak lurus. Ukurlah diameter bulan saat itu. Kata simbah sih mungkin itu sekitar 12 milimeter, aku sih belum mencoba, hehe. Selanjutnya tunggu sampai bulan berada di atasmu, tampak lebih kecil daripada saat di cakrawala bukan? Tapi ukurlah lagi dengan cara yang sama seperti tadi. Bukankah hasil pengukurannya sama? Contoh simpel lain bisa didapat dengan foto. Biasanya orang berkata, "Sumpah, bulan yang kulihat lebih besar dari yang ada di foto ini!" Malu lah. Masa' mata kalah dengan kamera.

Sekarang ke teori. "Ketika bulan berada di posisi rendah, kita membandingkannya dengan bangunan, pepohonan, dll. Maka ia terlihat besar" kata paijo. Tapi bahkan ketika kita melihat bulan di cakrawala, anggaplah laut yang tanpa pembanding apapun disana,  bulan masih terlihat besar. Sepertinya kamu salah Jo. "Udara semakin bawah semakin banyak. Ketika kita melihat bulan di cakrawala, kita melihat melalui udara yang lebih banyak daripada saat melihat ke atas" sahut Panjul. Sori Njul, udara memang mendistorsi, tapi takkan mengubah ukuran. "Melihat cakrawala berarti melihat lurus (normal), sedangkan melihat atas membuat mata kita agak menyipit. Itu membuat..." bla bla bla.
"Omong kosong," kata Mbah Wolke.

Baiklah mbah, mari ke teorimu. Sekali lagi kuulangi kata-kata mbah wolke,"Jika ini masalah fisika, tentu buyut-buyutmu sudah tahu dari dulu. Tapi bukan fisika, ini tentang persepsi." Psikolog yang mempelajari persepsi manusia punya teori yang cukup meyakinkan.

Teori pertama begini. Sejak kita masih imut-imut pun kita sudah memahami bahwa benda yang mendekati kita itu akan tampak semakin besar. Disini kutulis persis saja ya, aku kurang begitu paham. Bayangkan pesawat yang mendekat, atau bola yang ditendang mendekati kita. Mereka akan terlihat semakin besar. Tetapi bulan tampaknya melanggar semua aturan itu; saat bulan bergerak di atas kita bulan tidak menjadi semakin dekat dan karena itu tidak menjadi lebih besar. Maka otak menafsirkannya sebagai sangat "kecil", dan itulah kesimpulan yang kita tarik. Jadi bukan bulan di horizon yang terlihat besar, tapi bulan yang di atas lah yang terlihat kecil.

Teori kedua bermula dari keterbatasan manusia. Karena tidak mampu menangkap gagasan soal ketidakterbatasan, maka tanpa pikir panjang manusia membayangkan langit punya batas. Kita masih menyimpan kesan bahwa langit itu berbentuk kubah. Selanjutnya kutulis persis saja, aku tidak terlalu paham juga. Kita mungkin merasakan bahwa tepi kubah yang menyentuh cakrawala terletak lebih jauh daripada titik di puncak kubah yang sama. Kita menganggap langit sebagai kubah yang agak dangkal hanya karena lebih nyaman demikian. Mengapa? Pengalaman kita selalu memberitahukan bahwa cakrawala jauh sekali, tapi tidak ada petunjuk atau pertanda apapun yang menyatakan bahwa puncak langit juga jauh sekali. Jadi, ketika bulan dekat cakrawala, kita secara tidak sadar mengasumsikan bahwa batas langit di sana lebih jauh daripada ketika bulan berada di atas kepala. Pengalaman visual mengatakan, makin jauh berarti makin kecil. Maka meski rembulan tidak menggubris harapan kita dengan tetap berukuran seperti biasanya kendati sedang berada di cakrawala yang "sangat jauh", otak kita mengatakan, "Wow!Makhluk di sana pastilah besar sekali." Maka itulah kesan yang kita dapatkan. "Penjelasan terakhir lebih masuk akal" kata mbah Wolke.

Aku sih tidak paham, haha.

What Einstein Told His Barber--161--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar