Sudah hampir jam tujuh
pagi aku baru selesai mandi. Ujianku jam setengah delapan. Yah, malas
ternyata merugikan. Perjalananku setidaknya memakan waktu 20 menit. Maka
selang beberapa menit aku langsung pamit, tak lupa mohon doa beliau
berdua.
Dua ratus meter berkendara, otakku masih dipenuhi rasa waswas. Semoga jalannya lancar, harapku. Jika kau tahu, rumahku di daerah selatan dekat XT Square. Jalan tercepat ke kampus tentu menyusuri kali mambu. Belum satu menit di jalan itu tiba-tiba aku tersadar. Bukan apa-apa, hanya sebuah syukur yang tiba-tiba muncul. Pagi yang cerah, merapi merbabu terlihat indah. Segala pikiran waswasku lenyap, berganti dengan sebuah ketenangan yang menentramkan. Jadilah mereka viewku sepanjang perjalanan karena aku memang mengarah ke utara. Betapa beruntungnya aku.
Setengah perjalanan sudah. Inilah salah
satu tempat favoritku dalam perjalanan, jembatan layang. Ada yang
berbeda. Rutinitasku menoleh kanan/kiri saat melintas puncak jembatan
seakan sudah menjadi kebiasaan. Semua bermula ketika aku harus les ELTI
di sore hari. Setengah enam mulainya. Aku selalu berangkat mepet. Sering
terlambat malah. Nah, ternyata semakin lama aku semakin sadar bahwa
terlambat kadang menyenangkan, walaupun hanya sesaat. Karena terlambat
itu lah aku bisa melihat lempuyangan dengan rel kereta tak berujung plus
background matahari terbenam. Langit merah yang indah. Itulah sensasi
terlambatku (apa sensasimu? halah). Itu pulalah yang menjadi awal
kebiasaanku menoleh di atas jembatan layang. Memang sebentar, paling
banter hanya sepuluh detik, itupun jika beruntung. Tapi tak bisa
kubantah, detik-detik itu luar biasa.
Mataku kembali ke merapi. Itukah puncak yang baru? Terlihat berbeda. Mungkin hanya perasaanku saja. Di Jembatan layang itu merapi dan merbabu terlihat jelas sekali, membuat pikiranku melayang ke ruangan 311(atau 310 ya?) dulu. Aku tak betah berdiam diri dalam keadaan duduk dan menatap satu tempat dalam waktu yang lama. Contohnya saat ujian. Tak kuat aku melihat kertas selama dua jam penuh. Maka jika tak beruntung, saat posisiku ada di tengah kelas, kadang aku hanya memandang langit-langit. Tentu jika disuruh memilih, meja paling pojok dekat jendela menjadi tempat kesukaanku. Apalagi di ruang 311 bagian utara. Di sana lah merapi kerap terlihat. Entah mengapa, aku hanya merasa damai saat melihat hal-hal semacam itu.. View yang seakan menjadi penetral saat marah, dan penyegar saat penat.
Semua bermula dari perjalanan yang terlambat. Perjalanan dua puluh menit itu ternyata telah di plot menjadi penyejuk memori menjelang ujianku pagi tadi.
~uts semester1~
Senin, 14 november 2011. Pagi ini aku kuliah jam 7. Merapi seperti pindah tempat, begeser ke timur. Atau mungkin aku yang ngelindur?
Dua ratus meter berkendara, otakku masih dipenuhi rasa waswas. Semoga jalannya lancar, harapku. Jika kau tahu, rumahku di daerah selatan dekat XT Square. Jalan tercepat ke kampus tentu menyusuri kali mambu. Belum satu menit di jalan itu tiba-tiba aku tersadar. Bukan apa-apa, hanya sebuah syukur yang tiba-tiba muncul. Pagi yang cerah, merapi merbabu terlihat indah. Segala pikiran waswasku lenyap, berganti dengan sebuah ketenangan yang menentramkan. Jadilah mereka viewku sepanjang perjalanan karena aku memang mengarah ke utara. Betapa beruntungnya aku.
Setengah perjalanan sudah. Inilah salah
satu tempat favoritku dalam perjalanan, jembatan layang. Ada yang
berbeda. Rutinitasku menoleh kanan/kiri saat melintas puncak jembatan
seakan sudah menjadi kebiasaan. Semua bermula ketika aku harus les ELTI
di sore hari. Setengah enam mulainya. Aku selalu berangkat mepet. Sering
terlambat malah. Nah, ternyata semakin lama aku semakin sadar bahwa
terlambat kadang menyenangkan, walaupun hanya sesaat. Karena terlambat
itu lah aku bisa melihat lempuyangan dengan rel kereta tak berujung plus
background matahari terbenam. Langit merah yang indah. Itulah sensasi
terlambatku (apa sensasimu? halah). Itu pulalah yang menjadi awal
kebiasaanku menoleh di atas jembatan layang. Memang sebentar, paling
banter hanya sepuluh detik, itupun jika beruntung. Tapi tak bisa
kubantah, detik-detik itu luar biasa.Mataku kembali ke merapi. Itukah puncak yang baru? Terlihat berbeda. Mungkin hanya perasaanku saja. Di Jembatan layang itu merapi dan merbabu terlihat jelas sekali, membuat pikiranku melayang ke ruangan 311(atau 310 ya?) dulu. Aku tak betah berdiam diri dalam keadaan duduk dan menatap satu tempat dalam waktu yang lama. Contohnya saat ujian. Tak kuat aku melihat kertas selama dua jam penuh. Maka jika tak beruntung, saat posisiku ada di tengah kelas, kadang aku hanya memandang langit-langit. Tentu jika disuruh memilih, meja paling pojok dekat jendela menjadi tempat kesukaanku. Apalagi di ruang 311 bagian utara. Di sana lah merapi kerap terlihat. Entah mengapa, aku hanya merasa damai saat melihat hal-hal semacam itu.. View yang seakan menjadi penetral saat marah, dan penyegar saat penat.
Semua bermula dari perjalanan yang terlambat. Perjalanan dua puluh menit itu ternyata telah di plot menjadi penyejuk memori menjelang ujianku pagi tadi.
~uts semester1~
Senin, 14 november 2011. Pagi ini aku kuliah jam 7. Merapi seperti pindah tempat, begeser ke timur. Atau mungkin aku yang ngelindur?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar