Selasa, 03 Januari 2012

Kostum Dua Rasa


Lima bulan sekedar menjadi tamu,
Kurang ajar memang, tak tahu sopan santun, tak layak berpantun.
Skenarionya bukan tentang sandiwara
Karena memang tak seharusnya ada sandiwara,
Juga tak perlu berlama-lama
Karena seharusnya memang tak perlu waktu lama.

Selalu terbayang,
Mengeliminasi predikat tamu, menanti sebuah keluarga,
Mengharap sambutan hangat,
Menjadi bagian darinya. Bagaimanapun

Seakan tertutup kesempatan,
Kulewatkan hari tanpa pikiran,
Hingga harinya tiba.
Kenyataannya cepat tak berarti selalu tepat.
Dan kini kutahu, bukan cepat yang kami butuhkan,
Karena 31 desember 2011,
Karena akhir tahun ini indah.

Dibuka dengan dua kuliah pengganti,
Tapi ia indah karena materi ini.
Kami yang beraksi,
Mengawali langkah dari teduhnya pohon
Menapakkan langkah ke arah lapangan
Tak ada agenda pasti,
Kabur, tak putih tak juga hitam,
Dan semua jelas saat ia berada di angka empat

Berbaris rapi dalam lima hitungan,
Oke kami lakukan,
Maju hingga sejengkal, Rentangkan tangan, genggam,
Berhias percik-percik air,
Maka disana mulai kurasa,
Sebuah ikatan keluarga
Karena seharusnya susah senang memang tertanggung bersama

Lanjutlah oleh sebuah minuman,
tak enak, sungguh
bahkan menunggu jatah pun mengeraskan tangan
apalagi tak lupa ucapan mental.
Ini pula yang membuat terenyuh,
Diluar mungkin memang keras, pedas, menusuk
Tapi di dalam ia memotivasi, menyemangati,
Menguatkan arti sebuah keluarga.

Dua jam kukira, penuh ekspektasi tak terhenti,
Kecemasan tak terkira, percampuran rasa.
Akhir, di masa-masa terpenting, saat-saat tersakral,
Tak kusangka teladan lah yang datang,
Sungguh indah sebuah ikatan,
Walau Hanya terbentuk dari sebuah bangunan,
Nyatanya ia itu tetap kokoh, berdiri tegak tak terhalang tempat, tak terhalang waktu.

Maka kusebut Akhir yang indah,
Karena sang penyemat itu,
Simbolis memberi korsa, dengan menebar teladan rasa
31 desember 2011,
kukabarkan, sore itu ia menjadi kostum dua rasa
~di detik-detik pergantian tahun~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar